Bermula dari rumah mungil yang lusuh. Aku berangkat untuk mencari biaya hidup sehari-hari. Kukayuh Xtrada hitamku keluar dari gugusan Bimasakti V yang berlumpur.
Di ujung jalan ku berhenti memandang seekor ular yang membentuk sebuah jembatan kecil. Sisik-sisiknya begitu mengerikan. Kutelan air liur beberapa kali. Dengan mengucapkan basmalah, kukayuh Xtrada perlahan. Bunyi berderik beberapa kali terdengar, butuh waktu bagi Dragonair untuk memulihkan tubuhnya apalagi setelah "sarapan" beberapa potong daging manusia. Perlahan-lahan kunaikkan kecepatan Xtrada jadi Machrie 5.

Semakin kutinggalkan Freedomland semakin sedikit bau harum yang tertinggal. Sekarang bau harum itu berganti dengan bau arang dan asap dari benda yang terbakar. Ahh...Dragonmair," desahku. Sekali lagi aku mesti melewati jalan kematian ini.
Dragonmair adalah tempat pertarungan Night Drake. Pertarungan abadi antar naga penguasa malam. Yang ada ditempat itu hanyalah kematian, bau tanah yang terbakar dan mayat-mayat Night Drake yang membusuk. aku mesti menutup hidungku setiap kali melewati jalan neraka ini.
Dragonmair terbagi dua wilayah, wilayah utara dan barat. Diantara dua wilayah itu lagi-lagi aku mesti melewati jembatan tulang-belulang Dragonair. Jembatan terpanjang di Drake Sphere ini. Kali ini aku tak harus berhati-hati karena wilayah ini benar-benar aman di siang hari tetapi menjadi maut di malam hari.
Setelah melewati Dragonmair, aku akan melalui pemukiman penduduk suku Borg. Suku ini suka sekali berbelanja, dari pagi hingga petang mereka sibuk berbelanja, entah apa yang mereka belanjakan. Perekonomian Drake Sphere berjalan mulus disini. Bagiku tempat ini seperti tempat penjarahan manusia terhadap suku Borg. Manusia selalu haus dengan Purelite, sebuah benda berharga yang dapat mengeluarkan sinar bahkan lebih berharga dari pada emas.
Sedangkan suku Borg memiliki kemampuan menciptakan Purelite hanya dengan menyentuh benda sekitar mereka. Disinilah mereka melakukan transaksi jual beli.
Setelah cukup jauh kulewati pemukiman Borg. Akhirnya sampai juga aku di lorong Sapira, sebuah lorong yang terdapat banyak sekali gadis-gadis cantik lalu lalang. Jalur ini memiliki dua jalan, jalan pertama disebut Widow Hole yang kedua disebut Pearlee Saliva. Sangat jarang aku melewati lorong Widow Hole, karena gadis disana sombong-sombong, tidak seperti di Pearlee Saliva, mereka rata-rata murah senyum dan ramah.
Beberapa meter dari lorong Sapira akhirnya aku tiba di didepan pintu Olympus. Pintu menuju kediaman para dewa tempat aku bekerja. Beginilah hari-hari yang setiap hari kulewati.
Kehidupan di Drake Sphere memang penuh dengan kejaiban. Suka dan duka aku lewati. Kerukunan antar manusia, Elves, Dragon, Borg dan Sky Walker berjalan dengan rukun. Tak terasa sudah 340 tahun sejak aku meninggalkan Bumi. Setiap kali menerima kabar dari kakakku aku selalu sedih, manusia semakin hari semakin lupa akan kodratnya. Mereka telah lupa akan sang pencipta. Bersyukurlah aku bisa berada di Drake Sphere ini, walaupun dunia ini tidak sempurna tetapi masih belum terlambat untuk kami penduduk Sphere menjadikannya lebih baik dari Bumi....semoga.